Jangan kaget dulu sahabat seperjuangan, dengarkanlah bersamaku. Insyaallah, setelah pembahasan ini, persepsi kita sama menilai ketaatan kepada Allah ’Azza wa Jalla. Maka, bukalah dada anda lebar-lebar, semoga kita menuai cintaNya dalam setiap langkah hidup kita.
Mari berhitung. Non – stop kita analogikan dengan 24 jam alias sehari penuh. Kita hitung saja satu hari, agar lebih mudah (repot seandainya kita hitung-hitungan seumur hidup, soalnya tidak tentu umur manusia). Bisakah 24 jam, waktu sehari yang kita lewati itu sepenuhnya bernilai ibadah? Mari samakan persepsi kita. Insyaallah, sehari semalam kita bisa bernilai ibadah. Caranya?
Pertama, mari kita mulai aktivitas kita dengan Basmallah (baca pendahuluan lagi kalau bingung). Jika setiap aktivitas dimulai dengan basmallah, Insyaallah akan terhindar dari perbuatan kemaksiatan. Kenapa bisa? Tentu saja! Jika setiap langkah memulai basmallah, tentu kita tidak akan melakukan maksiat. Apakah mungkin ketika kita akan melakukan maksiat kita mengucap basmallah? Maka itu, maksiat akan kabur jauh-jauh dari kita, syetan lari terbirit-birit, dan aktivitas kita akan penuh manfaat. Akhirnya, hidup kita tenang, musibah dan karunia hanyalah menambah iman kita kepada Allah, Subhanallah, begitulah seharusnya kehidupan seorang muslim.
Kedua, isilah setiap waktu dengan kemanfaatan dengan mengharapkan ridhaNya. saya katakan kemanfaatan, karena kemanfaatan itu insyaallah adalah ibadah. Mencari rizki, bekerja menjadi tukang sapu jalan, menjahit, belajar di kampus formal maupun informal, berdiskusi, berbelanja, memasak, bahkan buang air besar dan kecil sekalipun. Yang lebih santai, tidur misalnya. Semuanya akan bernilai ibadah, jika tepat waktunya, tepat caranya, dan tepat menggunakannya. Tidur akan bernilai ibadah, jika memulainya dengan; doa, berharap setelah bangun segar kembali dan kembali dapat mengagungkan-Nya, tidak berlebihan waktunya, serta tepat tempat dan waktunya.
Subhanallah, apakah ada agama yang indah seperti Islam? Jawablah dengan hati kita masing-masing.
Diriwayatkan, suatu hari Rasulullah saw melihat seorang lelaki yang bekerja keras. Rasulullah bertanya padanya, kenapa bekerja terlalu payah. Laki-laki itu menjawab, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bertanggung jawab kepada isteri dan anak-anakku. Aku bekerja karena aku bertanggung jawab kepada Allah.” Subhanallah! Tidak menunggu lama, Rasulullah saw mengambil tangan lelaki itu lalu menciumnya dan berkata dengan lantang, ”Lelaki ini akan masuk surga karena tanggung-jawabnya kepada keluarganya!”
Sungguh, airmata akan terkucur begitu saja. Lalu, apakah pekerjaan kita selama ini telah ikhlas kepada Allah? Aku malu menuliskannya wahai saudara-saudaraku. Tapi, marilah kita berusaha. Marilah kita resapi firman Allah ’Azza wa Jalla. ”Katakanlah, ’Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (QS. Al-An’am : 162).
Mereka yang selalu beribadah kepada Allah, berinteraksi dengan-Nya akan merasakan kedekatan, tak khawatir pada masa depannya sendiri karena dia percaya bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik. Maka, hatinya selalu terpaut pada Allah. Masihkah ada hidup yang lebih indah dari ini? Hingga jika nama Allah disebut dan diperdengarkan padanya, maka, hatinya bergetar karena kerinduan dan perjumpaan
Sungguh, siapa yang tidak iri? Saya yakin, mulai sekarang kita akan berusaha untuk mendekatkan diri kita pada-Nya. Saya melihat dari kedua mata anda yang berkaca, saya melihat dari keteguhan hati anda untuk berkomitmen sungguh-sungguh untuk mencari cinta dan ridha dari-Nya.
Badar
Mari berhitung. Non – stop kita analogikan dengan 24 jam alias sehari penuh. Kita hitung saja satu hari, agar lebih mudah (repot seandainya kita hitung-hitungan seumur hidup, soalnya tidak tentu umur manusia). Bisakah 24 jam, waktu sehari yang kita lewati itu sepenuhnya bernilai ibadah? Mari samakan persepsi kita. Insyaallah, sehari semalam kita bisa bernilai ibadah. Caranya?
Pertama, mari kita mulai aktivitas kita dengan Basmallah (baca pendahuluan lagi kalau bingung). Jika setiap aktivitas dimulai dengan basmallah, Insyaallah akan terhindar dari perbuatan kemaksiatan. Kenapa bisa? Tentu saja! Jika setiap langkah memulai basmallah, tentu kita tidak akan melakukan maksiat. Apakah mungkin ketika kita akan melakukan maksiat kita mengucap basmallah? Maka itu, maksiat akan kabur jauh-jauh dari kita, syetan lari terbirit-birit, dan aktivitas kita akan penuh manfaat. Akhirnya, hidup kita tenang, musibah dan karunia hanyalah menambah iman kita kepada Allah, Subhanallah, begitulah seharusnya kehidupan seorang muslim.
Kedua, isilah setiap waktu dengan kemanfaatan dengan mengharapkan ridhaNya. saya katakan kemanfaatan, karena kemanfaatan itu insyaallah adalah ibadah. Mencari rizki, bekerja menjadi tukang sapu jalan, menjahit, belajar di kampus formal maupun informal, berdiskusi, berbelanja, memasak, bahkan buang air besar dan kecil sekalipun. Yang lebih santai, tidur misalnya. Semuanya akan bernilai ibadah, jika tepat waktunya, tepat caranya, dan tepat menggunakannya. Tidur akan bernilai ibadah, jika memulainya dengan; doa, berharap setelah bangun segar kembali dan kembali dapat mengagungkan-Nya, tidak berlebihan waktunya, serta tepat tempat dan waktunya.
Subhanallah, apakah ada agama yang indah seperti Islam? Jawablah dengan hati kita masing-masing.
Diriwayatkan, suatu hari Rasulullah saw melihat seorang lelaki yang bekerja keras. Rasulullah bertanya padanya, kenapa bekerja terlalu payah. Laki-laki itu menjawab, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bertanggung jawab kepada isteri dan anak-anakku. Aku bekerja karena aku bertanggung jawab kepada Allah.” Subhanallah! Tidak menunggu lama, Rasulullah saw mengambil tangan lelaki itu lalu menciumnya dan berkata dengan lantang, ”Lelaki ini akan masuk surga karena tanggung-jawabnya kepada keluarganya!”
Sungguh, airmata akan terkucur begitu saja. Lalu, apakah pekerjaan kita selama ini telah ikhlas kepada Allah? Aku malu menuliskannya wahai saudara-saudaraku. Tapi, marilah kita berusaha. Marilah kita resapi firman Allah ’Azza wa Jalla. ”Katakanlah, ’Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (QS. Al-An’am : 162).
Mereka yang selalu beribadah kepada Allah, berinteraksi dengan-Nya akan merasakan kedekatan, tak khawatir pada masa depannya sendiri karena dia percaya bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik. Maka, hatinya selalu terpaut pada Allah. Masihkah ada hidup yang lebih indah dari ini? Hingga jika nama Allah disebut dan diperdengarkan padanya, maka, hatinya bergetar karena kerinduan dan perjumpaan
Sungguh, siapa yang tidak iri? Saya yakin, mulai sekarang kita akan berusaha untuk mendekatkan diri kita pada-Nya. Saya melihat dari kedua mata anda yang berkaca, saya melihat dari keteguhan hati anda untuk berkomitmen sungguh-sungguh untuk mencari cinta dan ridha dari-Nya.
Badar
Posting Komentar